Oleh: Muh Quraisy Mathar (Dosen UIN Alauddin)
Innalillahi wa innalillahi rajiun, pria dengan nama asli Mas Panewu Surakso Hargo alias Mbah Marijan akhirnya berpulang ke Sang Khalik setelah menyelesaikan tugas yang diembannya sebagai amanah, penjaga (juru kunci) Gunung Merapi. Pria tersebut ikut menjadi korban si Whedus Gembel. ///////////
Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar Merapi, Whedus Gembel menjadi fenomena mengerikan dan diyakini memiliki hubungan magis dengan Kesultanan Yogyakarta dan penguasa laut Selatan Nyi Roro Kidul.
Keraton Yogyakarta, Merapi, dan Laut Selatan oleh masyarakat setempat digambarkan sebagai trilogi yang dianggap keramat. Sementara dari konteks Merapi, Whedus Gembel adalah awan yang cukup panas dengan bentuk bergulung-gulung, mirip bulu binatang (sejenis kambing). Whedus Gembel membentuk awan yang mirip kapas raksasa.
Pria tersebut lahir di Sleman tahun 1927. Dia mendapat amanah sebagai juru kunci Merapi dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 1982, yang salah satu tugasnya memberi petunjuk atau perintah mengungsi atau tidak mengungsi setiap Merapi diprediksi meletus.
Ketika prediksi tentang akan meletusnya Merapi pada 2006, nama pria tersebut semakin terkenal. Status siaga yang diberikan oleh sejumlah pengamat dan para ahli tidak menggoyahkan keyakinannya tentang kondisi Merapi yang menurutnya aman-aman saja, tidak perlu mengungsi karena Merapi akan berhenti "mengamuk".
Keyakinannya terbukti tepat. Dia berhasil mengalahkan prediksi para ahli pada waktu itu. Merapi ternyata berhenti "mengamuk". Keyakinannya bukan saja mengalahkan prediksi para ahli saat itu, namun keyakinan dan keteguhan hatinya juga mengantarnya ke puncak ketenaran dengan dinobatkannya sebagai bintang iklan di salah satu produk minuman berenergi.
Akhir Oktober tahun ini, sekali lagi para pengamat dan para ahli memprediksi kemungkinan meletusnya Merapi. Status Merapi kembali menjadi siaga. Pria tersebut kemudian muncul di salah satu siaran televisi nasional.
Berbeda dengan 2006 ketika dia mengatakan tidak perlu mengungsi, kali ini dia setuju jika pemerintah mengungsikan penduduk yang bermukim di sekitar Merapi. Pria tersebut juga tetap berkeyakinan bahwa jika sampai Merapi memuntahkan laharnya, maka lahar-lahar tersebut akan mengalir melewati dua buah sungai yang jauh dari rumahnya. Prediksi para ahli tetap tidak menggoyahkan sedikitpun keyakinannya untuk tidak ikut mengungsi.
Namun, kali ini pria tersebut menitip pesan berbeda. Jika di 2006 dia mengatakan tidak perlu mengungsi, maka di 2010 dia mengatakan setuju pemerintah mengungsikan penduduk di sekitar Merapi. Pria tersebut juga terkesan mulai menduga bahwa mungkin inilah saatnya Merapi benar-benar meletus.
Prediksi para ahli kemudian terbukti. Pada 26 Oktober 2010 Merapi meletus disertai awan panas setinggi hampir dua kilometer. Seorang bayi berusia tiga bulan menjadi korban pertama yang terdeteksi meninggal akibat sesak napas dalam proses evakuasi pengungsi.
Selanjutnya melalui sejumlah media, puluhan korban dinyatakan meninggal dunia dan ribuan orang kehilangan tempat tinggalnya. Hari itu, Whedus Gembel si awan panas menerjang hampir seluruh kawasan di sekitar Merapi, termasuk rumah si pria juru kunci gunung tersebut.
Keesokan harinya, para sukarelawan mulai menelusuri lokasi untuk mencari korban-korban yang mungkin masih bisa ditemukan. Sukarelawan tersebut selanjutnya ikut menemukan jenazah dengan posisi bersujud di bagian belakang rumah si juru kunci.
Setelah dievakuasi dan diidentifikasi, diperolah kepastian bahwa jenazah tersebut adalah si pria juru kunci Merapi itu sendiri. Pria tersebut meninggal dalam keyakinannya dan tercatat sebagai seorang yang setia hingga akhir hayatnya.
Ternyata, pilihan salah satu produk minuman berenergi di negeri ini memang tidak salah. Ppria tersebut sangat pantas menjadi ikon pria berenergi, khususnya energi yang berhubungan kesetiaan dan keyakinannya.
Begitulah akhir cerita seorang pria berenergi yang telah mengajarkan kita tentang energi keyakinan dan energi kesetiaan yang sudah sangat langka di masyarakat kita saat ini. Berpuluh-puluh tahun dia mengajari kita cara bergaul dengan Merapi dan seluruh yang melingkupi gunung tersebut. Termasuk si Whedus Gembel yang akhirnya datang "memeluk" pria tersebut dalam upayanya menuntaskan amanah Sultan.
Whedus Gembel yang selama ini sudah menjadi kawannya telah ikut mengantarkannya kembali kepada Sang Khalik. Selamat jalan Mbah Marijan. Dengan keyakinan dan kesetiaan yang dimilikinya, tempat yang sangat lapang tentu telah disediakan buat pria sepertinya, bahkan jauh lebih lapang dari sebatas luas Merapi.
Tentu tidak banyak yang tahu bahwa seorang anak Mbah Marijan merupakan penasihat (Presiden) Soekarno pada 1968-1969. Orang lebih banyak mengenal sosoknya sebagai penjaga atau juru kunci Merapi.
Sebuah amanah yang menjadi dasar pikirannya untuk tidak mau ikut mengungsi. Pria berusia 83 tahun itu memilih untuk tetap tinggal yang merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai juru kunci yang ditugaskan oleh Sultan Yogyakarta.
"Jika saya pergi mengungsi, lalu siapa yang mengurus tempat ini?" Begitu Mbah Marijan sering berucap. "Saya minta warga untuk menuruti perintah dari pemerintah dan memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberi keselamatan dan Merapi tidak batuk," kata Mbah Marijan beberapa saat sebelum Merapi meletus.
Keyakinan seorang Mbah Marijan yang dituangkannya dalam bentuk kesetiaan merupakan sebuah pelajaran berharga yang dapat dipetik dari sebuah tragedi kemanusiaan yang terjadi di negara yang memang sangat kaya akan tragedi ini. Tidak perlu pula rasanya memberikan gelar kepahlawanan bagi seorang Mbah Marijan, sebab tentu hanya akan menimbulkan pro kontra bagi sebagian orang.
Lagi pula, taman makam pahlawan tidak cukup lapang untuk sosok sesetia beliau. Jika Mbah Marijan masih sempat memilih, penulis sangat yakin jika beliau akan memilih untuk dimakamkan di kawah Merapi, walaupun sebenarnya kawah tersebut juga tidak cukup lapang untuknya. (*)
Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar Merapi, Whedus Gembel menjadi fenomena mengerikan dan diyakini memiliki hubungan magis dengan Kesultanan Yogyakarta dan penguasa laut Selatan Nyi Roro Kidul.
Keraton Yogyakarta, Merapi, dan Laut Selatan oleh masyarakat setempat digambarkan sebagai trilogi yang dianggap keramat. Sementara dari konteks Merapi, Whedus Gembel adalah awan yang cukup panas dengan bentuk bergulung-gulung, mirip bulu binatang (sejenis kambing). Whedus Gembel membentuk awan yang mirip kapas raksasa.
Pria tersebut lahir di Sleman tahun 1927. Dia mendapat amanah sebagai juru kunci Merapi dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 1982, yang salah satu tugasnya memberi petunjuk atau perintah mengungsi atau tidak mengungsi setiap Merapi diprediksi meletus.
Ketika prediksi tentang akan meletusnya Merapi pada 2006, nama pria tersebut semakin terkenal. Status siaga yang diberikan oleh sejumlah pengamat dan para ahli tidak menggoyahkan keyakinannya tentang kondisi Merapi yang menurutnya aman-aman saja, tidak perlu mengungsi karena Merapi akan berhenti "mengamuk".
Keyakinannya terbukti tepat. Dia berhasil mengalahkan prediksi para ahli pada waktu itu. Merapi ternyata berhenti "mengamuk". Keyakinannya bukan saja mengalahkan prediksi para ahli saat itu, namun keyakinan dan keteguhan hatinya juga mengantarnya ke puncak ketenaran dengan dinobatkannya sebagai bintang iklan di salah satu produk minuman berenergi.
Akhir Oktober tahun ini, sekali lagi para pengamat dan para ahli memprediksi kemungkinan meletusnya Merapi. Status Merapi kembali menjadi siaga. Pria tersebut kemudian muncul di salah satu siaran televisi nasional.
Berbeda dengan 2006 ketika dia mengatakan tidak perlu mengungsi, kali ini dia setuju jika pemerintah mengungsikan penduduk yang bermukim di sekitar Merapi. Pria tersebut juga tetap berkeyakinan bahwa jika sampai Merapi memuntahkan laharnya, maka lahar-lahar tersebut akan mengalir melewati dua buah sungai yang jauh dari rumahnya. Prediksi para ahli tetap tidak menggoyahkan sedikitpun keyakinannya untuk tidak ikut mengungsi.
Namun, kali ini pria tersebut menitip pesan berbeda. Jika di 2006 dia mengatakan tidak perlu mengungsi, maka di 2010 dia mengatakan setuju pemerintah mengungsikan penduduk di sekitar Merapi. Pria tersebut juga terkesan mulai menduga bahwa mungkin inilah saatnya Merapi benar-benar meletus.
Prediksi para ahli kemudian terbukti. Pada 26 Oktober 2010 Merapi meletus disertai awan panas setinggi hampir dua kilometer. Seorang bayi berusia tiga bulan menjadi korban pertama yang terdeteksi meninggal akibat sesak napas dalam proses evakuasi pengungsi.
Selanjutnya melalui sejumlah media, puluhan korban dinyatakan meninggal dunia dan ribuan orang kehilangan tempat tinggalnya. Hari itu, Whedus Gembel si awan panas menerjang hampir seluruh kawasan di sekitar Merapi, termasuk rumah si pria juru kunci gunung tersebut.
Keesokan harinya, para sukarelawan mulai menelusuri lokasi untuk mencari korban-korban yang mungkin masih bisa ditemukan. Sukarelawan tersebut selanjutnya ikut menemukan jenazah dengan posisi bersujud di bagian belakang rumah si juru kunci.
Setelah dievakuasi dan diidentifikasi, diperolah kepastian bahwa jenazah tersebut adalah si pria juru kunci Merapi itu sendiri. Pria tersebut meninggal dalam keyakinannya dan tercatat sebagai seorang yang setia hingga akhir hayatnya.
Ternyata, pilihan salah satu produk minuman berenergi di negeri ini memang tidak salah. Ppria tersebut sangat pantas menjadi ikon pria berenergi, khususnya energi yang berhubungan kesetiaan dan keyakinannya.
Begitulah akhir cerita seorang pria berenergi yang telah mengajarkan kita tentang energi keyakinan dan energi kesetiaan yang sudah sangat langka di masyarakat kita saat ini. Berpuluh-puluh tahun dia mengajari kita cara bergaul dengan Merapi dan seluruh yang melingkupi gunung tersebut. Termasuk si Whedus Gembel yang akhirnya datang "memeluk" pria tersebut dalam upayanya menuntaskan amanah Sultan.
Whedus Gembel yang selama ini sudah menjadi kawannya telah ikut mengantarkannya kembali kepada Sang Khalik. Selamat jalan Mbah Marijan. Dengan keyakinan dan kesetiaan yang dimilikinya, tempat yang sangat lapang tentu telah disediakan buat pria sepertinya, bahkan jauh lebih lapang dari sebatas luas Merapi.
Tentu tidak banyak yang tahu bahwa seorang anak Mbah Marijan merupakan penasihat (Presiden) Soekarno pada 1968-1969. Orang lebih banyak mengenal sosoknya sebagai penjaga atau juru kunci Merapi.
Sebuah amanah yang menjadi dasar pikirannya untuk tidak mau ikut mengungsi. Pria berusia 83 tahun itu memilih untuk tetap tinggal yang merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai juru kunci yang ditugaskan oleh Sultan Yogyakarta.
"Jika saya pergi mengungsi, lalu siapa yang mengurus tempat ini?" Begitu Mbah Marijan sering berucap. "Saya minta warga untuk menuruti perintah dari pemerintah dan memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberi keselamatan dan Merapi tidak batuk," kata Mbah Marijan beberapa saat sebelum Merapi meletus.
Keyakinan seorang Mbah Marijan yang dituangkannya dalam bentuk kesetiaan merupakan sebuah pelajaran berharga yang dapat dipetik dari sebuah tragedi kemanusiaan yang terjadi di negara yang memang sangat kaya akan tragedi ini. Tidak perlu pula rasanya memberikan gelar kepahlawanan bagi seorang Mbah Marijan, sebab tentu hanya akan menimbulkan pro kontra bagi sebagian orang.
Lagi pula, taman makam pahlawan tidak cukup lapang untuk sosok sesetia beliau. Jika Mbah Marijan masih sempat memilih, penulis sangat yakin jika beliau akan memilih untuk dimakamkan di kawah Merapi, walaupun sebenarnya kawah tersebut juga tidak cukup lapang untuknya. (*)
No comments:
Post a Comment