Kita  sering heran mengapa kok di negeri berpenduduk muslim paling besar di  dunia justeru A  llah timpakan bencana secara beruntun dalam rentang waktu yang relatif  berdekatan. Apalagi kita sudah diperingatkan bahwa masih ada lagi  duapuluh gunung api yang perlu diantisipasi peningkatan aktifitasnya.
     "Catatan kita ada 18  gunung yang berstatus waspada, 2 siaga dan 1 berstatus awas," kata  Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Berapi Kementerian Energi dan Sumber  Daya Mineral (ESDM) Agus Budianto dalam perbincangan dengan detikcom,  Jumat (28/10/2010).
18 Gunung yang berstatus waspada adalah:
1. Gunung Sinabung (Karo, Sumut)
2. Gunung Talang (Solok, Sumbar)
3. Gunung Kaba (Bengkulu)
4. Gunung Kerinci (Jambi)
5. Gunung Anak Krakatau (Lampung)
6. Gunung Papandayan (Garut, Jabar)
7. Gunung Slamet (Jateng)
8. Gunung Bromo (Jatim)
9. Gunung Semeru (Lumajang, Jatim)
10. Gunung Batur (Bali)
11. Gunung Rinjani (Lombok, NTB)
12. Gunung Sangeang Api (Bima, NTB)
13. Gunung Rokatenda (Flores, NTT)
14. Gunung Egon (Sikka, NTT)
15. Gunung Soputan (Minahasa Selatan, Sulut)
16. Gunung Lokon (Tomohon, Sulut)
17. Gunung Gamalama (Ternate, Maluku Utara)
18. Gunung Dukono (Halmahera Utara, Maluku Utara)
Sedangkan 2 Gunung yang berstaus siaga adalah:
1. Gunung Karangetang (Sulut)
2. Gunung Ibu (Halmahera Barat, Maluku Utara)
1 Gunung bersatus awas yakni Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta.
Demikian pula dengan kasus gempa di kepulauan Mentawai yang diyakini oleh para ilmuwan bakal memicu datangnya megathrust (gempa besar). Detikcom (Sabtu, 30 Oktober 2010) mencatat sebagai berikut:
Jakarta -  Gempa berkekuatan 7,2 skala richter (SR) versi BMKG dan 7,7 SR versi  USGS, yang mengguncang Mentawai pada Senin (25/10) lalu disebut sebagai  gempa susulan dari gempa besar pada 12 September 2007 silam. Saat itu,  kekuatan gempanya 8,4 SR. Kembali diingatkan juga potensi gempa dahsyat  hingga 8,8 SR di sekitar Sumatera beberapa dekade mendatang.
"Dari analisa US Geological Survey dan juga BMKG, gempa ini disebabkan oleh
pergerakan patahan pada Sunda megathrust, yaitu pada bidang batas tumbukan Lempeng
Hindia-Australia terhadap Lempeng Sunda," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam, Andi Arief, dalam rilisnya, Rabu (27/10/2010).
Dituturkan Andi, pusat gempa Mentawai terletak di sebelah barat dari bagian utara sumber gempa September 2007, dan sekaligus juga di ujung utara dari sumber gempa bawah laut -
megathrust (gempa besar) yang menurut prediksi para ahli berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar hingga kekuatan 8,8 SR di waktu mendatang.
"Dalam beberapa bulan ke depan, tim EOS-LIPI akan menganalisis data dari jejaring alat GPS ini untuk lebih mengerti tentang mekanisme gempa kemarin," kata Direktur EOS, Prof Dr Kerry Sieh.
Pada 15 Oktober 2009, Dr Kerry Sieh menyatakan, gempa bumi kolosal (sangat besar) diperkirakan akan menghantam Pulau Sumatera dalam waktu 30 tahun ke depan. Ahli ilmu bumi memperingatkan bahwa tsunami besar dan gempa bumi mematikan yang terjadi sebelumnya merupakan suatu peringatan.
"Kami memperkirakan akan terjadi dengan kekuatan 8,8 SR, kurang atau lebihnya sekitar 0,1 poin," ujarnya.
"Dari analisa US Geological Survey dan juga BMKG, gempa ini disebabkan oleh
pergerakan patahan pada Sunda megathrust, yaitu pada bidang batas tumbukan Lempeng
Hindia-Australia terhadap Lempeng Sunda," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam, Andi Arief, dalam rilisnya, Rabu (27/10/2010).
Dituturkan Andi, pusat gempa Mentawai terletak di sebelah barat dari bagian utara sumber gempa September 2007, dan sekaligus juga di ujung utara dari sumber gempa bawah laut -
megathrust (gempa besar) yang menurut prediksi para ahli berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar hingga kekuatan 8,8 SR di waktu mendatang.
"Dalam beberapa bulan ke depan, tim EOS-LIPI akan menganalisis data dari jejaring alat GPS ini untuk lebih mengerti tentang mekanisme gempa kemarin," kata Direktur EOS, Prof Dr Kerry Sieh.
Pada 15 Oktober 2009, Dr Kerry Sieh menyatakan, gempa bumi kolosal (sangat besar) diperkirakan akan menghantam Pulau Sumatera dalam waktu 30 tahun ke depan. Ahli ilmu bumi memperingatkan bahwa tsunami besar dan gempa bumi mematikan yang terjadi sebelumnya merupakan suatu peringatan.
"Kami memperkirakan akan terjadi dengan kekuatan 8,8 SR, kurang atau lebihnya sekitar 0,1 poin," ujarnya.
Sungguh, hidup di negeri Indonesia dewasa ini kita sangat perlu mencamkan pesan Allah berikut ini:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ  
مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ 
Maka  apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?  Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang  merugi. (QS Al-A’raf 99)
Allah  mengajarkan kepada kita bahwa perilaku alam sangat berkaitan dengan  perilaku kumpulan manusia yang tinggal di lingkungan alam tersebut. Bila  masyarakatnya baik di mata Allah, yakni beriman dan bertaqwa, maka  Allah akan limpahkan banyak keberkahan kepada masyarakat tersebut dari  langit maupun bumi. Tapi sebaliknya, bila mereka mendustakan ayat-ayat  Allah, maka Allah akan timpakan hukumanNya kepada mereka melalui beragam  bencana yang bisa datang di waktu siang maupun malam hari.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا  
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ 
 وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ 
 بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ 
أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ 
 بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ 
Jika  sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami  akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi  mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka  disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa  aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu  mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman  dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari  sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (QS Al-A’raf 96-98)
Jangan-jangan Allah menilai bahwa masyarakat kita hanya mengaku secara lisan beriman dan bertakwa, padahal sesungguhnya kita sering mendustakan  ayat-ayat Allah dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Kaum muslimin di  negeri ini boleh banyak jumlahnya, namun yang benar-benar beriman  jangan-jangan sangat sedikit. Kita mengaku beriman kepada Allah, tapi  kita seringkali gagal menghadapi berbagai ujian yang Allah sodorkan.  Sehingga kita tidak dipandang benar dalam pengakuan keimanan, malah kita dinilai Allah dusta dalam pengakuan keimanan. Padahal setiap ujian yang ada dalam hidup ini adalah untuk mendeteksi kemurnian iman seseorang.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا 
 أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ 
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ  
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا  
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ 
Apakah  manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami  telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami  telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah  mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui  orang-orang yang dusta. (QS Al-Ankabut 2-3)
Demikian pula dengan ke-taqwa-an  yang kita klaim bersemayam di dalam diri kita. Jangan-jangan kita baru  bertaqwa yang sifatnya artifisial belum taqwa kepada Allah yang sejati.  Padahal setiap menghadiri sholat jumat, kita selalu diperingatkan oleh  para khotib untuk bertaqwa yang sebenarnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ 
 تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ 
Hai  orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa  kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan  beragama Islam.(QS Ali Imran 102)
Berbagai  bencana yang menimpa masyarakat ini jelas mengakibatkan munculnya  berbagai macam musibah. Musibah itu meliputi kehilangan nyawa  orang-orang yang dicintai, harta-benda, tempat tinggal dan kenormalan  hidup sehari-hari. Jelas ini semua merupakan derita dunia yang sangat berat. Sehingga wajar dan bersyukurlah kita melihat begitu banyaknya fihak yang bersegera mengulurkan  tangan dengan memberikan aneka bentuk bantuan. Dan sudah barang tentu  bantuan yang paling minim tetapi sekaligus paling bermakna ialah bantuan  doa.
Salah satu doa yang Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam  ajarkan kepada kita ialah sebuah doa panjang yang di dalamnya  menyebutkan persoalan musibah. Dan sangat menarik untuk dicatat bahwa  ternyata jenis musibah yang Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan Allah dalam menghadapinya ialah musibah yang menyangkut urusan dien (agama). 
وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا 
.... dan janganlah Engkau (Ya Allah) jadikan musibah kami pada agama kami. (TIRMIDZI 3424)
Melalui potongan doa di atas jelaslah bagi kita bahwa Nabi shollalahu ‘alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan bilamana musibah yang datang menimpa berkenaan dengan kemaslahatan urusan dien (agama) kita. Bukan berarti bahwa kita tidak boleh merasa sedih bila kehilangan nyawa orang-orang yang dicintai, harta-benda, tempat tinggal dan kenormalan hidup sehari-hari. Tetapi kita diarahkan untuk lebih khawatir  bila musibah yang menimpa sampai menyebabkan kehilangan dalam urusan  agama. Jangan sampai kita merasa sedih bila kehilangan berbagai hal yang  bersifat duniawi, namun kita tidak sedih dan risau bila kehilangan  agama, iman, taqwa atau petunjuk-hidayah ilahi. Sebab pada hakekatnya  urusan dien merupakan urusan yang paling berharga dan bermanfaat dalam kehidupan di dunia ini. Agama  merupakan harta utama bagi seorang muslim sejati. Jangan sampai kita  sedemikian peduli mempertahankan berbagai harta duniawi namun rela  kehilangan harta utama, yaitu iman dan taqwa. Bila sampai ini yang  terjadi berarti kita telah ditimpa musibah di atas musibah..!
Maka  dalam kondisi sekarang yang paling penting diingatkan kepada siapapun,  terlebih khusus korban bencana, ialah agar bersabar menghadapi musibah  kehilangan berbagai harta dunia sambil mengokohkan iman dan taqwa  mereka. Sebab iman dan taqwa merupakan harta utama yang tidak boleh  sampai lepas betapapun telah lepasnya berbagai harta dunia. 
Belakangan  ini media berusaha membangun opini masyarakat bahwa perilaku salah  seorang yang telah menjadi korban tewas di saat meletusnya gunung Merapi  merupakan tokoh yang patut diteladani. Dialah sang “juru kunci” gunung  Merapi. Ia patut diteladani karena kegigihannya menjalankan tugas  sebagai kuncen gunung Merapi hingga saat terakhir sehingga rela  mengorbankan nyawanya demi menjalankan tugas tersebut. Sampai di sini  sesungguhnya masalah telah timbul. Tetapi yang membuat urusan ini  menjadi sangat serius ialah tatkala ditemukannya jasad yang bersangkutan  dalam posisi “bersujud” kemudian media mulai mengembangkan opini bahwa  tokoh ini mati sebagai seorang “muslim yang taat.” Apakah benar  demikian? Cukupkah kita menilai seseorang muslim taat dengan  ditemukannya fakta ini? Cukupkah ia dinilai sebagai orang soleh hanya  berdasarkan fakta bahwa ia rajin sholat tepat waktu? 
Seorang  yang mengaku muslim tidak boleh dikafirkan semata-mata karena perbuatan  maksiat yang telah dilakukannya. Namun bila terbukti bahwa ia terlibat  dalam ucapan, sikap atau perbuatan yang tidak bisa tidak diartikan  sebagai hal yang menyebabkan dirinya dihukumi sebagai kafir apalagi musyrik, maka adalah suatu kebatilan bila kita tetap menyebutnya sebagai seorang muslim, apalagi muslim yang taat.
Mari kita coba amati kasus juru kunci gunung Merapi. Bagaimanakah keadaannya? 
Secara  pribadi, penulis tidak kenal dengan beliau. Namun berdasarkan berbagai  bukti yang bisa kita saksikan dan baca di media kita  memperoleh  kesimpulan bahwa profesinya adalah sebagai seorang kuncen. Dan apakah  sebenarnya makna tugas sebagai juru kunci gunung Merapi? Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas kita jumpai keterangan sebagai berikut:
Juru kunci Merapi adalah seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang ditunjuk langsung oleh Sultan Kasultanan Yogyakarta untuk menjaga dan mengelola makhluk halus di wilayah Gunung Merapi.[1] Juru kunci Merapi terakhir adalah Mas Penewu Suraksohargo atau lebih dikenal dengan nama Mbah Maridjan, yang menjabat sejak tahun 1983[2] hingga kematiannya dalam erupsi gunung Merapi di tahun 2010.
Dari detikNews 31 Oktober 2011 kita kutip sebagai berikut:
Legenda  Gunung Merapi telah ditinggalkan sang kuncen yang selama 30 tahun telah  menemaninya. Lalu seberapa penting arti juru kunci di gunung teraktif  di nusantara ini.
"Itu penting banget, kalau tidak ada juru kunci para pendaki tidak akan mendapat informasi tentang gunung yang didaki. Kuncen biasanya memberi tahu apa yang dilarang, jalur pendakian, penyelamatan dan lain-lain," kata mantan mahasiswa pencinta alam, Sandi M, yang saat ini menjadi relawan PMI Kabupaten Sleman, saat berbincang dengan detikcom, di posko utama penanggulangan bencana Merapi di Pakem,
Jalan Kaliuran, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (30/10/2010).
Menurutnya, Mbah Maridjan bertugas menjaga gunung dengan cara menerawang dari pengalaman atau 'ilmu titen', dan menggabungkannya dengan firasatnya yang telah terlatih sebagai warga Merapi sejak kecil.
"Itu penting banget, kalau tidak ada juru kunci para pendaki tidak akan mendapat informasi tentang gunung yang didaki. Kuncen biasanya memberi tahu apa yang dilarang, jalur pendakian, penyelamatan dan lain-lain," kata mantan mahasiswa pencinta alam, Sandi M, yang saat ini menjadi relawan PMI Kabupaten Sleman, saat berbincang dengan detikcom, di posko utama penanggulangan bencana Merapi di Pakem,
Jalan Kaliuran, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (30/10/2010).
Menurutnya, Mbah Maridjan bertugas menjaga gunung dengan cara menerawang dari pengalaman atau 'ilmu titen', dan menggabungkannya dengan firasatnya yang telah terlatih sebagai warga Merapi sejak kecil.
Berdasarkan  dua keterangan di atas berarti kita dapat simpulkan bahwa seorang “juru  kunci” ialah seorang yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai  perkara yang ghaib dan alam ghaib. Dan seorang “juru kunci gunung”  berarti seorang yang dianggap memiliki pengetahuan mengenai perkara  ghaib dan alam ghaib yang terkait dengan gunung tersebut. 
Jika  kesimpulan ini benar, berarti profesi seorang “juru kunci” identik  alias sama dengan profesi seorang dukun. Yang di dalam persepektif  ajaran Islam yang paling inti -yaitu Tauhid- merupakan profesi yang  sarat dengan dosa syirik dan pelakunya disebut seorang musyrik. Ia telah mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain Allah subhanahu wa ta’aala.  Pantaslah bilamana kita sering melihat sang juru kunci gunung Merapi  melakukan ritual-ritual berupa pemberian sesajen serta menyembah ke arah  batu besar tertentu dan lain sebagainya yang mana semua itu merupakan  bentuk-bentuk upacara peribadatan lazimnya seorang dukun, paranormal  atau panganut aliran kepercayaan. Dan ini semua jelas tidak pernah  dicontohkan oleh teladan kita Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sebaliknya, ini semua merupakan praktek kaum musyrikin yang dengan tegas ditentang dan diperangi oleh beliau. 
Ketika mendefinisikan salah satu makna thaghut, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam bukunya Kitabut Tauhid menjelaskan sebagai berikut: “Salah satu makna thaghut ialah orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib selain Allah.” Bila ada orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib, maka dia adalah thaghut, seperti dukun, paranormal, tukang ramal atau tukang tenung. Allah berfirman:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا 
“Dialah (Allah), Dzat yang mengetahui perkara yang ghaib. Dia (Allah) tidak menampakan yang ghaib itu kepada seorangpun” (QS Al-Jin 26) 
Sedangkan konsekuensi ber-Tauhid ialah di satu sisi beriman dengan benar kepada Allah subhanahu wa ta’aala  dan di sisi lain dengan tegas mengingkari thaghut, tidak membenarkannya  apalagi mengimaninya. Dan barangsiapa yang ber-Tauhid dengan lengkap  seperti ini berarti ia telah mengikatkan dirinya dengan tali penghubung  yang paling kokoh kepada Allah, Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan  Penguasa alam raya beserta segenap isinya.
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ 
 فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ  
الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا  
Barang  siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka  sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang  tidak akan putus. (QS Al-Baqarah 256) 
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia mempercayainya, maka dia telah kafir. Lalu bagaimana lagi dengan si dukun itu sendiri?
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ 
 بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى 
 مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
Dari  Abu Hurairah dan Al Hasan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,  beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi seorang dukun atau peramal  kemudian membenarkan apa yang ia katakan, maka ia telah kafir terhadap  wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam."  (AHMAD - 9171)
Demikianlah,  sejauh yang kita ketahui juru kunci gunung Merapi menjalankan  profesinya hingga maut menjemputnya. Kita tidak pernah mendengar  bantahan dari siapapun –apalagi dari dirinya sendiri- bahwa ia pernah  ber-taubat atau baro (berlepas diri) dari posisinya sebagai  juru kunci. Artinya, hingga saat-saat terakhir hidupnya ia meyakini  bahwa dirinya adalah seorang yang memiliki kemampuan mengetahui perkara  ghaib seputar gunung Merapi. Dan ini berarti ia tetap keukeuh sebagai dukun, paranormal alias thaghut...!  Lantas bagaimana sosok seperti ini layak dijuluki sebagai “muslim yang  taat.” Walau jasadnya ditemukan dalam keadaan bersujud sekalipun, ini  tidak dapat begitu saja menghapuskan keterlibatannya di dalam dosa yang  tidak terampuni, yaitu dosa syirik.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ 
 وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ 
 وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ  
ضَلالا بَعِيدًا إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ  
إِلا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلا شَيْطَانًا مَرِيدًا 
Sesungguhnya  Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan  Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang  dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan  Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Yang mereka  sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan  menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang  durhaka. (QS An-Nisa 116-117)
Seorang  muslim hanya dapat menilai berdasarkan apa yang tampak/lahir, sedangkan  urusan yang tersembunyi/batin kita serahkan sepenuhnya kepada Allah ta’aala. Jangankan kita yang merupakan manusia biasa, sedangkan Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam  sekalipun tidak mampu berbuat apapun tatkala mendapati pamannya Abu  Thalib di akhir hayatnya mati dalam keyakinan ajaran kaum musyrikin dan  enggan menyambut ajakan Tauhid yang diserukan keponakannya. Padahal kita  tahu begitu banyak kebaikan yang telah dilakukan Abu Thalib dalam  hidupnya, termasuk membela keponakannya pada saat-saat tertentu.
لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ  
جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
 فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ  
وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ  
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
 لِأَبِي طَالِبٍ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  
كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ  
حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا 
 كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ 
 وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
 أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ 
 أُنْهَ عَنْكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ (البخاري)
Ketika menjelang kematian Abu Thalib, datanglah Rasulullah shollalahu ‘alaihi wa sallam dan didapati di samping pamannya Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Nabi shollalahu ‘alaihi wa sallam  bersabda kepada Abu Thalib: “Pamanku, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah,  suatu kalimat yang aku akan bersaksi di hadapan Allah untuk  melindungimu.” Sehingga  akhir ucapan Abu Thalib adalah ikut millah Abdul Muthallib dan ia enggan  mengucapkan Laa ilaha illa Allah. Maka bersabda Rasulullah shollalahu ‘alaihi wa sallam: “Demi Allah, akan kumintakan ampunan Allah atasmu selagi Allah tidak melarangnya… lalu Allah turunkan At-Taubah ayat 113.” (HR Bukhary)
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا 
 أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ 
 كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ  
مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah  sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun  (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik  itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya  orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS At-Taubah  ayat 113)  
Sungguh,  kita sangat prihatin menyaksikan begitu banyaknya orang yang mengalami  musibah akibat berbagai bencana yang terjadi. Mereka terpaksa mengalami  musibah kehilangan berbagai harta duniawinya. Kehilangan nyawa dirinya,  keluarganya, harta-bendanya, tempat tinggalnya dan berbagai kenormalan  hidup lainnya. Tetapi Nabi shollalahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita agar mewaspadai musibah yang lebih hebat, yaitu musibah kehilangan dien (agama) kita. Saudaraku, janganlah kita sedemikian sedih dan emosionalnya sehingga kehilangan kemampuan furqon (membedakan antara al-haq dan al-batil). Janganlah kesedihan kita membuat hilangnya kesanggupan membedakan mana Tauhid dan mana syirik.  Sebab Tauhid pasti mendatangkan keberkahan, sedangkan syirik pasti  mendatangkan murka dan siksaan Allah. Apalagi jika kita malah  mencampur-adukkan antara iman dan kafir. Kita malah mengatakan pelaku  kemusyrikan justeru sebagai muslim yang taat. Inilah musibah di atas  musibah yang lebih mengerikan. Yang boleh jadi justeru semakin  mengundang datangnya lebih banyak bencana lainnya. Wa na’udzubillahi min dzaalika.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا  
إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا 
 وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ 
 وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
No comments:
Post a Comment